Rabu, 29 Januari 2014

Lukisan-lukisan Raden Saleh

Lukisan

Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Perancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.

Penangkapan Diponegoro

"Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh (1857).
"Penyerahan Diri Diponegoro" karya Nicolaas Pieneman (1835).
Raden Saleh terutama dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro,[5] yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830. Sang Pangeran dibujuk untuk hadir di Magelang untuk membicarakan kemungkinan gencatan senjata, namun pihak Belanda tidak memenuhi jaminan keselamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap.
Pada waktu Saleh, peristiwa tersebut telah dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan versinya; Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh dari kiri. Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro. Diketahui bahwa Saleh sengaja menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar agar tampak lebih mengerikan.[5]
Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan tanah kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut Diponegoro. Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab.[5] Gambaran Saleh cenderung lebih akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur. Saleh juga menambahkan detil menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.
Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke Indonesia pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda di masa lampau. Namun dari itu, lukisan Penangkapan tidak termasuk ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh memberikannya kepada Raja Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut akhirnya diberikan sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang di Istana Negara, Jakarta.[5]

Peringatan dan penghargaan

Selama hidupnya, banyak pejabat dan bangsawan Eropa yang mengagumi Raden Saleh. Lukisannya dipesan oleh tokoh-tokoh seperti bangsawan Sachsen Coburg-Gotha, keluarga Ratu Victoria, dan sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan Herman Willem Daendels. Tak sedikit pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, di antaranya terdapat bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia (R.K.P.), dan Ridder van de Witte Valk (R.W.V.).
Pada tahun 1883, diadakan pameran lukisan Raden Saleh di Amsterdam untuk memperingati tiga tahun wafatnya Saleh, atas prakarsa Raja Willem III dan Ernst dari Sachsen-Coburg-Gotha. Di antaranya terdapat lukisan Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Sedangkan penghargaan dari pemerintah Indonesia diberikan pada tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta, berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain adalah, pembangunan ulang makamnya di Bogor yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah lukisannya dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PTT mengeluarkan perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya.
Pada tahun 2008, sebuah kawah di planet Merkurius dinamai darinya.[6][7]

Galeri karya

Lukisan

Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Perancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.

Penangkapan Diponegoro

"Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh (1857).
"Penyerahan Diri Diponegoro" karya Nicolaas Pieneman (1835).
Raden Saleh terutama dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro,[5] yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830. Sang Pangeran dibujuk untuk hadir di Magelang untuk membicarakan kemungkinan gencatan senjata, namun pihak Belanda tidak memenuhi jaminan keselamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap.
Pada waktu Saleh, peristiwa tersebut telah dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan versinya; Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh dari kiri. Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro. Diketahui bahwa Saleh sengaja menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar agar tampak lebih mengerikan.[5]
Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan tanah kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut Diponegoro. Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab.[5] Gambaran Saleh cenderung lebih akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur. Saleh juga menambahkan detil menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.
Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke Indonesia pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda di masa lampau. Namun dari itu, lukisan Penangkapan tidak termasuk ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh memberikannya kepada Raja Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut akhirnya diberikan sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang di Istana Negara, Jakarta.[5]

Peringatan dan penghargaan

Selama hidupnya, banyak pejabat dan bangsawan Eropa yang mengagumi Raden Saleh. Lukisannya dipesan oleh tokoh-tokoh seperti bangsawan Sachsen Coburg-Gotha, keluarga Ratu Victoria, dan sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan Herman Willem Daendels. Tak sedikit pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, di antaranya terdapat bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia (R.K.P.), dan Ridder van de Witte Valk (R.W.V.).
Pada tahun 1883, diadakan pameran lukisan Raden Saleh di Amsterdam untuk memperingati tiga tahun wafatnya Saleh, atas prakarsa Raja Willem III dan Ernst dari Sachsen-Coburg-Gotha. Di antaranya terdapat lukisan Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Sedangkan penghargaan dari pemerintah Indonesia diberikan pada tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta, berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain adalah, pembangunan ulang makamnya di Bogor yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah lukisannya dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PTT mengeluarkan perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya.
Pada tahun 2008, sebuah kawah di planet Merkurius dinamai darinya.[6][7]

Galeri karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar